Friday, March 11, 2016

KADO DARI LANGIT


Saat itu bulan Ramadhan. Cuaca begitu panas membuat orang-orang malas keluar dari rumahnya. Terik matahari di siang hari menjilati kulit mereka yang menantangnya. Angin pun seakan ikut mengalah tak berdaya untuk berhembus. Seorang pria pulang ke rumah dengan sepeda motor yang diparkir di depan pintu masuk rumahnya. Pria yang memakai seragam kerja batik abu-abu ditutup jaket berwarna merah yang semakin memanaskan suasana. Suara dering handphone terus berbunyi dari kantong celananya tapi dia acuhkan karena sepeda motornya harus dia posisikan agar bisa dilalui orang yang mau masuk ke dalam rumahnya.
“Ah, ini rumah terlalu sempit. Kapan aku bisa punya rumah sendiri ya” ujar pria itu dengan sedikit senyum. Sang istri yang sedang hamil sembilan bulan sedang berbaring disamping pintu. Ya maklumlah kamar sempit di Jakarta ini walau harga yang relatif mahal masih diminati orang karena terdesak bukan karena suka. “Kurasa Jin pun enggan tinggal disini” kata si pria itu. Si istri masih tetap terdiam dan tak merespon. Badannya terasa sakit terlihat dari raut wajah yang kurang bersahabat.
Dua gelas air mineral langsung diteguk sambil berkata si pria  kepada  istrinya “ Masih sakit? Bagaimana kalo kita langsung ke bidan aja?” namun istrinya masih terdiam sambil mengusap perutnya yang di tutup oleh baju daster bercorak bunga berwarna biru. Baju itu yang dibelinya sewaktu berjalan-jalan ke tanah Abang. Si pria itu masih ingat sewaktu menemani istrinya berjalan –jalan ke tanah Abang. Niatnya bukan ingin berbelanja tapi memang dua sejoli ini dari dulu doyan jalan-jalan dengan kereta api kelas ekonomi. Banyak kehidupan sosial yang bisa diamati baik di kereta, sepanjang rel kereta, dan di pasar Tanah Abang.
Dulu di kampungnya orang-orang bercerita tentang indahnya Jakarta penuh dengan lampu-lampu yang menghiasi gedung-gedung pencakar langit sewaktu di malam hari. Tapi itu hanyalah cerita teman-temannya. Sekarang baru ia sadar jangan-jangan dulu teman-temannya itu juga belum pernah ke Jakarta. Ini dia sadari setelah melihat langsung kehidupan yang sebenarnya di ibu kota. Rumah-rumah yang berdiri dengan berdindingkan atap dari seng yang tua, berkarat, dan lapuk. Banyak sampah dan barang rongsokan yang menghiasi sekeliling nya. Tapi hebatnya mereka masih hidup. Ini yang membuat pria itu tetap merasa bersyukur walaupun tinggal di rumah kontrakan yang sepetak. Masih banyak orang-orang yang bernasib kurang beruntung daripada dia.
“Bang, mau di bidan mana?” si istri akhirnya bertanya setelah berusaha mengumpulkan tenaga untuk bersandar ke tembok kamar. Pria tadi pun akhirnya melepaskan lamunannya. “Ya udah,  kita coba lihat yang dekat-dekat sini aja dulu” dia menjawab istrinya sambil mengetik pesan ke nomor yang tadi menelpon berkali-kali tapi tak diangkatnya. Dia hanya menuliskan ‘tolong telpon balik’.  Ya telpon itu berasal dari tempat dia bekerja yang minta dia kembali segera karena ada pekerjaan mendadak. Tapi dia tak perduli. Istrinya yang sedang hamil besar dan diprediksi lahiran dalam waktu dekat lebih berarti daripada pekerjaan itu “Ah, ini lahiran anak pertamaku” ujarnya dalam hati.
Diambilnya kunci motor dan bergegas pergi melintasi gang-gang sekitar rumah untuk mencari dimana ada pamflet bertuliskan praktek bidan. Akhirnya ketemu juga. Sebuah rumah cukup besar bertingkat yang dijadikan tempat praktek bidan sekaligus tempat tinggal. Kembali dia pulang dan menghampiri istrinya sambil berkata” Uda ketemu, kemasi tas dan pakaianmu, ayo!” si pria tadi masih cemas kalo calon bayinya lahir seminggu lagi karena minggu depan itu sudah lebaran dan orang-orang pasti sibuk untuk urusan pulang kampung sebelum hari H.
Kecemasan tadi pun bersambut. Sang bidan mengatakan “lebih baik kita induksi ya kelahirannya” tapi pria itu dan istrinya kebingungan dan serentak bertanya sambil mengernyitkan dahi “Induksi itu apa bu?” wajah si istri semakin kelihatan tidak bersahabat karena cemas yang berlebihan. Namun dengan nada yang lembut si Bidan menjawab “ya nggak apa-apa kok” dia berusaha menenangkan. “Induksi itu proses sedikit mempercepat waktu kelahiran dari jadwal yang normal ya bisa satu hari atau dua hari lebih cepat” si pria itu sudah paham apa maksudnya namun si bidan tetap melanjutkan keterangannya “ Kalo menunggu dua hari lagi saya uda beli tiket kereta ke Jawa. Ini kan waktu-waktu orang mau pulang kampung. Kalo setuju, istrinya sudah bisa tinggal mulai saat ini disini. Kita kasih obat perangsang kelahirannya ya” ujar si bidan.
Si pria itu tidak punya pilihan. Dia tidak punya argumen lain. Dia tidak mau merepotkan saudara-saudaranya yang sibuk bekerja di luar kota. Orang tuanya pun sakit-sakitan sehinggah tidak bisa mengunjungi mereka di Jakarta. Mertuanya pun sama juga. “Ya, paling tidak aku masih punya Tuhan, istri, dan calon anakku disini. Aku harus tetap semangat” ujarnya dalam hati.
Pria itu pun bergegas pulang ke rumah untuk mengemasi perlengkapan lain untuk kelahiran seperti termos berisi air panas, kain sarung, dan sedikit biskuit. Dia sudah terbiasa dengan keadaan mandiri dari sejak kecil. Almarhum ibunya dulu sangat disiplin mendidik kelima anak-anaknya. Maklumlah beliau bekerja sebagai guru SD yang sekolahnya berjarak kurang lebih 10 km dari rumah kediaman mereka. Jadi, semua harus bangun setiap pagi jam 5.00, shalat , dan membantu pekerjaan rumah. Ada yang mencuci piring, menyapu rumah, menyapu halaman, dan membantu menanak nasi dan air untuk minum. Ibu mereka memasak lauk dan sayur untuk sarapan. Pria tadi yang merupakan anak pertama di keluarga itu benar-benar terlatih menjadi pemimpin adik-adiknya.
Segera ia bergegas ke klinik bidan tadi dan menghampiri istrinya yang sudah terkujur lemas di atas kasur persalinan. Tak banyak kata-kata yang keluar dari mulut keduanya. Tak lupa ia mengeluarkan Alquran dari kantong plastik yang ia bawa tadi untuk diletakkan di atas rak samping tempat tidur. Ya kitab suci itulah yang menguatkan dirinya untuk tetap tegar dan sabar akan keadaan hidup ini. Dia yakin Tuhannya tidak akan pernah meninggalkannya.
Si pria tadi duduk di sebuah bangku plastik berwarna biru yang disediakan disamping tempat tidur. Ya kamarnya juga tidak luas, hanya bisa di tempati empat orang dalam keadaan duduk dengan si pasien berbaring di tempat tidur. Tapi tempat itu cukup layak lah untuk orang berekonomi pas-pasan  seperti dia. Sepreinya bersih, kamarnya bercat putih terang dan Bidan serta perawatnya juga ramah.
Jam berjalan terus, waktu shalat magrib pun tiba. Pria itu bangkit dari bangkunya dan melihat si istri yang merasa mulai kontraksi. “Kayaknya obat yang diberikan tadi mulai bereaksi ya” kata si pria itu. Tak banyak kata lagi yang dikeluarkan wanita itu. Mungkin dia juga tidak akan mendengarkan bicara suaminya. Dia sedang menahan sakit yang sangat perih sambil mengelus-elus perutnya. Pria itu hanya bisa berdoa dalam hati sambil memijit telapak kaki istrinya. Dia tak perduli lagi apakah istrinya mendengar atau tidak bicaranya, ia tutup kaki istrinya dengan selimut seraya berkata, “Aku mau shalat magrib dulu”.
Diambilnya air wudhu dekat kamar mandi, disamping kolam kecil yang ada tamannya. Taman yang seakan jadi surga bagi penghuni di tempat itu. Hanya taman itulah yang memberikan sedikit ketenangan jiwa ketika orang yang melintasinya memandangi bunga-bunga dalam pot yang sedang mekar dikelilingi ikan-ikan kecil dengan suara air mancur dari pompa listrik mini tertancap di dasar kolam. Begitu tenang rasanya berada di sana.
Segera setelah itu ia pun membentangkan sajadah menghadap kiblat di samping tempat tidur istrinya. Suara merintih kecil menahan sakit terus keluar dari mulut istrinya. Namun, shalat terus ia lakukan. Ia hanya berharap dan memohon agar Tuhan menjaga dan menuntun mereka di saat-saat genting seperti ini.
Tak terasa waktu shalat isya pun tiba. Sesekali sang bidan ditemani asistennya memeriksa kondisi si istri dan dengan lembutnya ia berusaha mengajak komunikasi pasiennya itu.
Suasana kembali hening. Tepat pukul 1.00 dini hari, kontraksi itu muncul lagi. Sesuai instruksi si bidan, pria itu mengetuk pintu kamar jaga si perawat yang berada disamping kamar persalinan istrinya. Bergegas wanita muda itu membenarkan posisi kerudungnya. Dengan mata yang masih kelihatan mengantuk ia masuk dan menghampiri si istri. Namun sayangnya, proses kelahiran belum juga menampakkan hasil. Pria itu hanya disuruh untuk memijit kaki istrinya agar lebih tenang. Perlahan, rasa sakit pun mulai mereda. Si perawat hanya berpesan untuk memanggilnya jika kontraksi hebat datang lagi.
Pukul 3.00 kontraksi hebat itu benar datang lagi, tapi pria itu kembali memijit kaki istrinya, “Ah, nanti juga akan reda lagi, kok” katanya dalam hati. Dia juga tidak merasa enak membangunkan perawat yang kelihatannya sangat capek dan ngantuk. Benar saja, rasa sakit kontraksi itu mereda lagi. Tapi terus ia berdoa dan sesekali membaca ayat-ayat Alquran disamping istrinya sampai waktu shalat subuh tiba. Kemudian ia pun bergegas mengambil air wudhu dan melakukan shalat.
Tanpa sadar, si pria itu terbangun dari tidurnya di atas sajadah. Suara lalu lalang orang membuat dirinya kaget ada apa gerangan. Jam tangan menunjukkan pukul 06.30. Ia melihat istrinya sedang tertidur pulas. “Syukurlah” ucapnya dalam hati. Pelan-pelan ia membuka pintu dan melihat keluar. Ternyata ada pasien lain yang mau melahirkan dan sedang dibopong ke kamar sebelah. Dia kembali ke dalam kamar dan duduk di atas bangku plastik. Selera makannya hilang, ia hanya ambil dua potong biskuit dan meminum hampir seperempat botol ukuran 2 liter air mineral. Ya orangtuanya selalu ingatkan untuk minum air yang banyak jika ingin sehat. Nasihat itu tetap ia ingat.
“Assalamu alaikum” terdengar suara dari luar pintu. Namun orang itu langsung masuk ke dalam kamar. Ya bidan tadi datang dengan wajah yang lebih segar dari sebelumnya karena baru selesai mandi dan keramas disusul oleh perawatnya yang membawakan sepiring bubur untuk sarapan pasien. “Bagaimana istrinya, mas? Belum ya?” Tanya si bidan. “Ya bu, belum ada tanda” jawab pria itu. Segera setelah mengecek kondisi istrinya yang lagi tidur, si bidan pun membuat pernyataan yang agak mengejutkannya, “Mas, kalo belum juga lahiran sampai besok pagi, kita rujuk ke puskesmas di Pulogadung ya” kata si bidan. Pria itu tetap diam dan agak melongo ke wajah si bidan. Bidan itu pun melanjutkan bicaranya, “ Soalnya, saya dan keluarga sudah beli tiket kereta ke Jawa untuk jam 08.00 pagi besok”. Pria itu hanya bisa mengangguk pelan dan tetap terdiam. Dalam hatinya ia berucap, “Nak, kapan sih kamu keluar?”
Waktu berjalan seperti biasa. Kontraksi ringan mengiringi tidur si istri. Ditinggalkannya istrinya di dalam kamar sendirian untuk menghirup udara pagi yang bersih. Tapi pikirannya masih bergelayut. Pertama, jarak puskesmas yang dirujuk itu cukup jauh dari rumah, “Bagaimana membawa orang yang dalam keadaan kontraksi seperti itu kesana? Bukankah biaya tambah lagi? Aduh nak, cepat keluarlah” ujarnya dalam hati. Kedua, dia belum tentu bisa mendapatkan pelayanan hebat orang-orang disana seperti yang dia rasakan saat ini. Dengan kedua tangan menengadah ke atas ia memohon pada Tuhannya, “Ya, Allah…bantu hambaMu ini…”
Magrib dan isya pun berlalu. Tidak ada momen penting yang perlu dicatat. Di waktu yang sama seperti tadi malam, yaitu pukul 01.00 dini hari, kontraksi hebat datang lagi tapi rasa sakitnya lebih hebat dari yang tadi malam. Tak mau ambil resiko pria itu mengetuk pintu kamar yang jaga disamping. Ternyata yang berada di kamar itu adalah si bidan. Mungkin ia beri waktu pada perawatnya untuk tidur di kamar lain. Ya bidan itu memiliki rumah bertingkat dan cukup luas untuk dijadikan sebagian tempatnya menjadi klinik persalinan. Dengan sigap si bidan berjalan ke kamar pasien sambil mengeluarkan handphone nya karena ada suara dering telepon yang berbunyi seraya ia menjawab “ Halo Dok, jadi mau kesini?. OK, Dok terima kasih”. Langsung dia matikan panggilannya.
Ternyata proses kelahiran induksi itu membutuhkan tenaga yang lebih ahli yaitu dokter kandungan. Semakin berkurang rasa cemas si pria itu setelah ia tahu dokter itu akan tiba.
Ya seperti biasa lagi. Kontraksi hebat itu pun mereda lagi setelah kaki si istri dipijit. Sang bidan memeriksa ke arah si calon bayi akan keluar, “Ya, gak lama lagi kok” katanya. Tak lama berselang, si dokter pun tiba. Seorang pria paruh baya, dengan sebuah stetoskop dikalungkan di lehernya, berjalan dan menyapa “ Assalamualaikum” dengan nada pelan. Semua pun menjawab “Wa’alaikumsalam”. Si dokter melihat daftar catatan yang diberikan si perawat. Dia pun hanya mengangguk kecil saja.
Si istri tidur lagi karena kecapekan merintih. Perlahan, si bidan pun keluar dan berkata pada si dokter “ Ini malam ganjil di minggu terakhir ramadhan. Kayaknya beda ya, cuacanya”. Memang cuaca saat itu berbeda dengan malam sebelumnya. Tidak ada hujan tapi terasa dingin sejuk sekali. Si dokter menjawab, “Ya mungkin hari ini malam lailatul qadar”. Si bidan berkata “Ya saya shalat dulu lah”. Bidan itu keluar disusul si dokter yang memeriksa pasien di kamar sebelah.
Pria itu pun bergegas juga keluar mengambil air wudhu untuk shalat sunnah. Dalam shalat ia juga meminta agar dimudahkan jalan kelahiran anak pertamanya.
Jam 04.00 kontraksi sehebat-hebatnya datang diiringi teriakan si istri menahan rasa sakit yang sangat perih. Belum sempat si pria itu memanggil bidan, si bidan sudah menuju depan pintu bersama dengan perawatnya. Berdua mereka mendorong tempat tidur yang beroda  itu ke kamar yang ketiga. Ternyata dokter tadi sudah menunggu dengan mempersiapkan  alat-alat persalinannya. Pria itu semakin panik dan cemas terlebih setelah melihat alat-alat bedah yang disiapkan si dokter. Setelah sampai di kamar si dokter, si pria tadi tetap menggenggam tangan istrinya. Sebenarnya pria itu tidak kuat untuk melihat proses persalinan istrinya. Cukup mengerikan baginya. Dia hanya menenangkan dan memberi semangat istrinya tapi sesekali ia penasaran melihat proses kerja si dokter. Turut juga si bidan memberi semangat dan memberi instruksi gerakan kepada si istri untuk diikuti agar prosesnya lancar. Di sudut yang lain, si perawat sibuk mempersiapkan bak mandi plastik yang diisi air hangat untuk mandi si bayi.
Tiga puluh menit berlalu, suara azan pun terdengar “Allahu akbar, Allahu akbar..”. Seiring suara azan shalat subuh berkumandang dengan keras, si bayi pun keluar meluncur dari rahim ibunya. Pria itu memanjatkan syukur “Alhamdulilah ya Allah” semua juga ikut mengucapkan syukur termasuk istrinya. Bayi laki-laki itu telungkup. Kulitnya yang putih bersih tanpa noda dengan tatapan matanya mengarah pada Bapaknya. “Maha kuasa Engkau ya Allah” ucap si pria itu. Berkali-kali ia mengucapkan itu.
Rasa cemas tadi pun berangsur pulih. Teringat ia pada almarhum ibunya. “Ternyata beginilah saya dulu dilahirkan” ucapnya dalam hati. “Maafkan aku ibu” ujarnya pelan. Teringat ia akan dosa-dosa yang sengaja ia lakukan semasa hidup ibunya.
Setelah tali pusar dipotong, si perawat memandikan bayi itu kemudian diserahkan pada si bidan untuk di pasangi selimut bayi, sarung tangan dan kaki yang sudah dipersiapkan sebelumnya oleh pria tadi. Selanjutnya dia pun membacakan azan di telinga bayi mungilnya.
Disalaminya si bidan, perawat dan dokter di kamar itu. Ungkapan rasa terima kasih sebesar-besarnya dia ucapkan atas bantuan mereka selama 3 hari di klinik itu. Benar-benar ini Ramadhan yang paling indah baginya. Kado di bulan Ramadhan yang tiada tara dari sang Ilahi. Kado dari langit yang turun di bulan itu. Benar-benar Tuhan tidak akan tinggalkan hambaNya. Takkan pernah. “Allah Maha Penyayang” ujarnya dalam hati sambil memandang mata si buah hatinya. Berharap ia agar anaknya juga yakin dengan itu.


Friday, February 26, 2016

Strategi Hadapi "Problem" Percakapan Bahasa Inggris: Apa dan Bagaimana?

Dalam belajar bahasa Inggris khususnya untuk belajar percakapan tidak cukup hanya dengan penguasaan kosa kata (glossary), pengucapan (pronunciation) dan juga tata bahasa (grammar) yang dasar. Ada hal lain yang penting dan kadang luput dari pikiran pelajar dan pengajar ketika terjadinya proses pembelajaran percakapan tadi. Sebagai contoh, ada sebagian orang yang sudah mengusai kosa kata dan tahu cara pengucapan yang benar untuk suatu topic pembicaraan tertentu. Namun, ketika berbicara dengan orang lain mereka mengalami masalah dalam melanjutkan percakapan karena lupa atau memang tidak tahu harus bagaimana selanjutnya. Hal ini dapat menghambat kelancaran percakapan yang terjadi. Untuk menghindari itu, diperlukan adanya suatu strategi yaitu Strategi Komunikasi. Strategi komunikasi inilah yang akan dibahas dalam topic kali ini.
Strategi Komunikasi adalah teknik verbal maupun non-verbal yang  digunakan oleh pelajar bahasa asing/bahasa kedua baik si pembicara (speaker) dan lawan bicara (interlocutor) ketika menghadapi “problem” dalam sebuah percakapan. Teknik verbal berarti menggunakan bahasa lisan yang keluar dari mulut dan teknik non-verbal menggunakan paralinguistic (isyarat dan mime). Sedangkan komunikasi adalah usaha yang dilakukan oleh si pembicara dan lawan bicara untuk menyampaikan pesan yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak dan percakapan merupakan satu contoh komunikasi itu.
Ada banyak istilah yang dipakai oleh pakar bahasa dalam mengidentifikasi jenis-jenis strategi komunikasi, namun penulis lebih cenderung memakai istilah dan jenis strategi komunikasi yang dirancang oleh Wannaruk (2003) setelah memodifikasi strategi komunikasi yang disusun oleh Tarone, Bialystok, dan Dornyei. Adapun, jenis strategi komunikasi ini dipilih karena gambaran dan susunan strateginya lebih jelas. Wannaruk membagi strategi komunikasi itu ke dalam empat bagian utama yaitu avoidance, L2-base, L1-base, paralinguistics, dan modification device. Berikut adalah penjelasan mengenai strategi tersebut.

1. Avoidance

Strategi ini dipakai ketika si pembicara tidak ingin melanjutkan suatu topic pembicaraan dengan berbagai sebab. Strategi ini dibagi ke dalam 2 bagian, yaitu:

a. Topic Avoidance

Strategi ini dipakai ketika si pembicara menghindari topic yang tidak menarik atau tidak dikuasai sehinggah dia khawatir dengan kemampuan bicaranya. Strategi ini digunakan dengan cara mengganti topic yang lain yang lebih familiar baginya.  Adapun contoh ungkapan yang sering dipakai adalah sebagai berikut: “I don’t like to talk about it…”. Dengan keluarnya ungkapan tersebut dari si pembicara maka si lawan bicara seharusnya mengerti bahwa partner bicara nya tidak nyaman dengan topic tersebut dan sebaiknya mengganti topic pembicaraan dengan yang lain agar terjalin percakapan yang baik.

 b. Message avoidance

Strategi ini dipakai ketika si pembicara berusaha menggunakan beberapa kata untuk menjelaskan pesannya kepada lawan bicara namun karena kemampuan bahasanya yang terbatas akhirnya dia menyerah dengan menggunakan cara “pausing” agak lama atau menggunakan ungkapan “I don’t know” di akhir kalimatnya. Dengan strategi ini, si lawan bicara sebaiknya mengganti topic baru atau menggunakan strategi lain dalam pembahasan kali ini.

2. L2-based

Ada 3 jenis strategi yang termasuk ke dalam kategori ini. Ketiga jenis strategi ini adalah strategi yang seharusnya dominan digunakan dalam mempelajari percakapan bahasa Inggris sebagai bahasa asing. Semakin banyak strategi ini digunakan dibanding strategi lain maka semakin cepat kemajuan belajar percakapan yang akan dicapai. Ketiga strategi itu adalah sebagai berikut:

a. Approximation

Strategi ini dilakukan dengan cara mencari kata lain yang konsepnya mirip dengan kata yang menjadi target walaupun kurang atau tidak tepat “sense of meaning”nya. Contoh: “old object” untuk menggantikan “antique”. Si pembicara mungkin lupa atau tidak tahu kata “antique” tetapi dia berusaha mencari konsep yang sama dengan kata tersebut. Contoh lain adalah ketika si pembicara mengatakan “I will spend my holiday at house but it's… it's not productive”. Kata“stagnant” lebih tepat penggunaannya daripada “not productive” untuk situasi bahwa si pembicara tidak memiliki aktivitas yang menarik ketika menikmati liburannya. Memang hal ini dapat menyebabkan pelajar level menengah bisa salah paham dengan apa yang dimaksud tetapi strategi ini dapat membantu menghindari terjadinya “breakdown” dalam percakapan.

b.  Circumlocution

Penggunaan kata yang berlebihan untuk menyamakan konsep dengan kata yang menjadi target adalah ciri khas strategi ini. Contoh: Kalimat “I think the film was very cool but the duration is too long. Three hours in cinema and you are sitting….so….” adalah bentuk circumlocution untuk menujukkan kata “monotonous”. Selama masih dapat dimengerti, strategi ini dapat membantu pelajar dalam belajar percakapan.

c. Appeal

Appeal adalah jenis strategi yang meminta bantuan kepada lawan bicara baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung seperti penggunaan pertanyaan “what is this?”. Sedangkan tidak langsung dengan cara penggunaan “disfluency marker” atau penanda ketidaklancaran. Contoh nya adalah jedah yang diikuti oleh intonasi yang agak tinggi.  Si A berbicara “Lucy works at hospital. She gets in touch with patients’ eyes” kemudian si B merespon dengan kalimat “So, she is…..↑” dengan intonasi tinggi di akhir kalimat menunjukkan bahwa dia butuh bantuan dari si A untuk mencari kosa kata dokter mata dalam bahasa Inggris. Pada akhirnya si A menjawab “yes, she is an ophthalmologist”.

3. L1-base

Jenis strategi ini dilakukan dengan berusaha menyesuaikan bahasa Indonesia ke dalam bahasa Inggris. Penggunaan strategi untuk pelajar-pelajar level bawah mungkin tidak menjadi masalah selama strategi ini masih dapat membantu terjalinnya percakapan ketika mereka belajar speaking. Adapun strategi ini dibagi menjadi dua bagian yaitu:

a. Language Switching

Strategi ini menggunakan bahasa ibu yaitu bahasa Indonesia dalam percakapan untuk menunjukkan bahasa targetnya yaitu bahasa Inggris. Biasanya karena kemampuan bahasa yang masih kurang memicu penggunaan strategi ini. Contoh penggunaannya adalah serbet untuk menunjukkan “napkin”.

b. Foreignizing

Untuk strategi ini, si pembicara menyesuaikan bahasa ibu menurut suku kata dan pengucapan ke dalam bahasa Inggris. Contoh:  Si pembicara tidak mengetahui kata” tap” untuk menunjukkan kran air tetapi dia menggunakan “kran” tadi dengan pengucapan “kren” seakan-akan kata tersebut adalah kata dalam bahasa Inggris.

4. Paralinguistics

Strategi ini termasuk strategi strategi non-verbal yang terdiri dari dua jenis strategi sebagai berikut:

a. Gesture

Gesture adalah penggunaan isyarat seperti expresi wajah atau menggelengkan kepala untuk menunjukkan bahwa si pembicara tidak mengerti akan pesan yang disampaikan oleh si lawan bicara. Hal ini sederhana, namun dapat membantu si lawan bicara untuk mencari strategi lain agar pesan lebih dapat dimengerti.

b. Mime

Mime adalah penggunaan gesture (isyarat) yang disertai dengan suara yang keluar secara spontan. Contoh: Si pembicara mengatakan “ I see the fireworks boom boom boom. Dalam kalimat ini si pembicara ingin mengucapkan kata “explode” untuk menunjukkan ledakan tetapi dia tidak tahu akan kosa kata itu sehinggah dia membuat isyarat dengan tangannya disertai dengan suara “boom boom boom” yang keluar dari mulutnya secara bersamaan.

5. Modification Device

Modification device ini terdiri dari comprehension check, clarification request, backchannel cues, self-repair, confirmation check, dan pausing. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut:

    a. Comprehension Check

Penggunaan ungkapan “right?”, “do you understand?”, “OK?” ataupun tag question adalah contoh strategi ini. Hal ini untuk meyakinkan si pembicara apakah lawan bicara sudah paham atau tidak. Bisa dibayangkan bila si pembicara terus berbicara namun si lawan bicara tidak paham akan apa yang dibicarakan. Kemudian tidak ada umpan balik yang diberikan oleh si lawan bicara sehinggah komunikasi pun tidak terjadi. Oleh karena itu, mengecek apakah lawan bicara sudah mengerti atau tidak dengan pesan yang disampaikan adalah penting dalam percakapan sehinggah dapat dicari strategi lain untuk tetap menjalin percakapan yang baik.

b. Clarification Request

Meminta si lawan bicara mengulangi pesan yang disampaikan untuk mendapatkan penjelasan yang lebih adalah deskripsi dari jenis strategi komunikasi ini. Contohnya adalah  penggunaan ungkapan “what do you mean?”, “pardon?”, “again, please?”, “what”, dan lain-lain. Tentunya masih banyak contoh yang dapat dipelajari dari jenis strategi ini.

c. Backchannel Cues

Backchannel Cues adalah penggunaan ungkapan singkat seperti “uh huh”, “yeah”, dan “right” yang digunakan si pembicara bersamaan waktunya dengan pernyataan atau kalimat  yang diucapkan oleh si lawan bicara untuk menunjukkan bahwa si pembicara tetap mengikuti dan mengerti akan apa yang disampaikan oleh si lawan bicara. Tanpa mengucapkan ungkapan singkat di atas pun si pembicara mungkin sudah mengerti dan mengikuti pesan yang dimaksud oleh lawan bicaranya. Namun, dengan ungkapan “uh huh” dan “yeah” ini akan memotivasi si lawan bicara untuk tetap berbicara dan memiliki kepercayaan diri untuk melanjutkan percakapan. Perlu diketahui, kepercayaan diri ini berbanding lurus dengan kemajuan belajar speaking.

d. Self-Repair

Dalam strategi ini si pembicara sadar kesalahan grammar yang dia buat dan dia memperbaiki sendiri kesalahan itu untuk menghindari kesalah pahaman. Contoh: “ I go…..I went (yesterday)”

e. Confirmation Check

Confirmation check adalah pengulangan kalimat, ungkapan, atau pun kata yang diucapkan oleh si lawan bicara untuk memastikan pemahaman suatu pesan. Contohnya adalah si A berkata “ She got thirty books last year” kemudian si B merespon dengan ungkapan “thirty?” untuk memastikan bahwa yang dimaksud adalah benar menurut pemahamannya. Bisa saja “thirty” itu terdengar sebagai “thirteen”. Jika dia tidak mengkonfirmasi hal ini maka kesalahpahaman bisa terjadi yang pada akhirnya akan mempengaruhi jalannya percakapan.
  

f. Pausing

Strategi ini terdiri dari “pause” (berhenti sebentar) dan “pause filler” (pengisi jedah seperti “hmm”, “erh”, dan lain lain yang digunakan untuk berpikir. Bagi pelajar pemula strategi ini bermanfaat untuk belajar speaking tetapi untuk pelajar tingkat menengah ke atas, strategi ini sebaiknya dihindari karena justru akan menghambat jalannya percakapan. Bayangkan jika yang diajak berbicara adalah pelajar yang level percakapannya menengah ke atas dan si pembicara banyak menggunakan strategi ini maka si lawan bicara mungkin tidak ingin berlama-lama berbicara dengannya.

Demikianlah beberapa penjelasan tentang apa itu strategi komunikasi, jenis-jenisnya, dan bagaimana cara melakukannya. Semoga bermanfaat bagi pengajar dan pelajar dalam proses pembelajaran percakapan. Walaupun masih perdebatan apakah strategi komunikasi ini perlu dipelajari atau memang muncul sendiri ketika percakapan itu terjadi, namun penulis yakin bahwa masih banyak pelajar yang belum tahu bahwa ada beberapa strategi komunikasi yang bisa mereka gunakan dalam percakapan. Pengajar tentunya punya peran tersendiri dalam menjadikan posisinya sebagai pembicara ataupun lawan bicara kepada pelajarnya sehinggah strategi komunikasi antar kedua belah pihak dapat dilatih terus menerus untuk kemajuan pembelajaran percakapan yang lebih baik.


Reference
Wannaruk, A. (2003). Communication strategies employed by EST students. SLLT (12), 1-18.